“HADIST
MAUDHU”
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Pada Mata Kuliah Pengantar Study Hadist
Dosen
Pengampu : Nurkholidah M.pd
Di
Susun oleh :
Arif
Budi Santoso
Guttyka
rasa
Khotibul
Umam
Riza
Shofiyah
Siti
Muflihah
SEMESTER
1/KELOMPOK 8
FAKULTAS
TABIYAH/PAI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
2012M/1433H
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia terbesar yang dititipkan sampai
saat ini serta memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas terstruktur yang berjudul “Hadits Maudu ”. Makalah ini sebagai tugas
dalam memenuhi syarat mata kuliah Pengantar
Study Al-Qur’an.
Dan tak
lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dan mendukung serta memberikan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas terstruktur dan tidak ada kata yang pantas diucapkan selain
do’a jazakumullah khairan katsiran.
Penulis
menyadari akan hal banyak kekurangan dalam penyelesaian tugas ini. Oleh karena
itu penulis memohon kontribusi kritik dan saran dari beberapa elemen demi
terbentuknya sebuah khasanah keilmuan yang patut diperhitungkan.
Semoga
Allah SWT membalas kabaikan mereka setimpal dengan amalnya.
Amien.
Cirebon, November 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………… i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1.2
Rumusan
Masalah……………………………………………………… 1
1.3
Tujuan………………………………………………………………….. 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Hadits Maudhu…………………………………………….. 2
2.2
Apa alas an
adanya Hadits Maudhu…………………………………… 2
2.3
Apa cii-ciri
Hadits Maudhu……………………………………………. 4
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan……………………………………………………………. 10
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………….. 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam kacamata agama islam, Al-quran dan
Hadist Nabi memiliki kedudukan yang
setara. Dalam artian keduanya merupakan sumber hukum bagi setiap muslim.
Sesuatu yang malum bagi kita,
bahwasannya Al-quran akan senantiasa terjaga keotentikan naskahnya hingga akhir
jaman. Sehingga bagaimanapun masalahnya untuk merubah (memalsukan) ayat-ayat
suci Al-quran, pasti akan segera terungkap perbuatan hal tersebut. Disebabkan
Allah lah yang langsung menjaganya. Begitupun dengan Hadist yang tidak luput
dari pemalsuan-pemalsuan dengan alas an ingin menyesatkan dari jalan yang lurus atau bahkan dari fanatik
terhadap sesuatu. Kita kenal Hadist ini dengan “Hadist Mudhu”. Secara singkat
mempunyai pengertian “Hadist yang di ada-ada orang alias nama Nabi, dengan
sengaja maupun tidak”, namun untuk meneliti-meneliti hadist palsu diperlukan
potensi-potensi seperti :
1. Kemampuan dalam ilmu Hadist
2. Memiliki otak yang tajam
3. Dan pemahaman yang kuat
1.2 Rumusan
Masalah
1. Pengertian Hadist Mudhu ?
2. Apa alasan adanya pemalsuan Hadist ?
3. Apa cirri-ciri Hadist Mudhu ?
1.2
Maksud
dan Tujuan
Agar
kita dapat mengetahui apa itu Hadist Maudhu, sekaligus alasan adanya pemalsuan
Hadist tersebut. Dan juga cirri-cirinya, juga sebagai bahan untuk mengkaji
diskusi kelompok kami agar dapat dipahami dan di mengerti.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadist Mudhu
Secara bahasa, kata maudhu’ merupakan isim maf’ul dari
وضع yaitu موضوع yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan);
al-iftira’ wa al-ikhtilaq (mengada-ada atau membuat-buat); dan al-tarku
(ditinggal).
Rumusan pengertian secara istilah hadits maudhu’ adalah
sebagai berikut:
الموضوع المختلق المصنوع المنسوب الى
رسول الله صلعم زورا وبهتانا سواء كان ذالك عمدا او خطاء
Artinya:
“Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secar
dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun
menetapkannya.[1]
Jadi hadits maudhu’ adalah bukan hadits yang bersumber dari
Rasulullah atau dengan kata lain bukan hadits Rasul, tetapi perkataan atau
perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan yang kemudian
dinisbatkan kepada Rasul.
Pada mulanya para ulama’ berbeda pendapat tentang benar
tidaknya terjadi pemalsuan hadits jika dilihat dari periwayatannya. Dalam hal
ini ada tiga pendapat di kalangan para Muhadditsin.
Pendapat pertama, dianut oleh Ahmad Amin dan Hasyim Ma’ruf
Asy-Syi’I yang menyatakan bahwa pemalsuan hadits dan munculnya riwayat hadits
maudhu’ mulai terjadi pada periode Nabi Muhammad SAW, didasarkan pada hadits
Nabi yang mengecam keras terhadap setiap orang yang berusaha melakukan
pendustaan diri Nabi, berupa berita atau pembuatan hadits. Sebagaiman sabda
Nabi:
من كذب علي متعمدا فليتبواء مقعده من
النار
Artinya:
“Barangsiapa berdusta terhadap diriku secara sengaja, dia
pasti akan disediakan tempat kembalinya di neraka”.
Pendapat kedua, dingkapkan oleh Akram Al-Umari yang
menyatakan bahwa gerakan pemalsuan hadits mulai terjadi sejak paruh kedua
kekhalifahan Utsman Ibn Affan. Pada masa itu timbul pertentangan dan perpecahan
di kalangan umat Islam. Pendapat ini dikuatkan oleh beberapa riwayat palsu yang
beredar dan berawsal dari kalangan sahabat, salah satunya riwayat Ibn Addis
dari Rasulullah SAW:
(sandal Utsman lebih sesat daripada Ubaidah). Dengan riwayat
tersebut bisa diduga bahwa Ibn Addis adalah orangn yang pertama melakukan
pemalsuan hadits.
Pendapat ketiga, dikemukakan oleh Abu Syuhbah dan Abu Zahu,
yang mengambil dasar pendapatnya dari masa terjadinya penyusupan musuh-musuh
Islam ketika terjadinya masa al-fitnah (kekacauan) pada masa kepemimpinan
Utsman.[2]
Adapun pengertian hadist maudhu’ menurut istilah para muhadistin adalah :
Artinya :
“Sesuatu yang
dinisbatkan kepada Rosullullah SAW, secara mengada-ngada dan dusta, yang tidak
beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan”[1]
Kata-kata yang bisa dipakai untuk hadismaudhu adalah
al-mukthalaku, al-muthala’u, al-mashnu, dan al-makzhub. Kata memiliki arti yang
hamper sama. Pemakaian kata-kata tersebut adalah lebih mengokohkan (ta’kid)
bahwa hadis semacam ini semata-mata dusta atas nama Rosul SAW. [2]
2.2 Alasan
Munculnya Pemalsuan Hadist
Terdapat berbagai faktor munculnya pemalsuan hadist,
antara lain sebagai berikut :
1. Pertentangan Politik dalam soal
Pemilihan Khalifah
Pertentangan
diantara umat timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap Khalifah Usmant bin
Affan oleh para pemberontak dan ekhalifahan diganti oleh Ali bin Abi Thalib.
Umat islam pada
masa itu terpecah belah menjadi beberapa golongan yang ingin menuntut bela
terhadap kematian khalifah Usmant dan golongaan yang mendukung kekhalifahan
Sayyidina Ali (Syiah). Setelah perang siffin, muncul pula beberapa golongan
lainnya, seperti khawarij dan golongan pendukung Muawiyah (w. 60 H).[3]
Diantara
golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongan masing-masing, mereka
membuat hadits palsu. Yang pertama dan yang paling banyak membuat hadis maudhu’ adalah dari olongan Syi’ah dan
Rafidhah. [4]
Orang-orang
Syi’ah membuat hadits maudhu’ tentang
keutamaan-keutamaan Ali dan Ahli Bait. Di samping itu, mereka membuat hadits
maudhu dengan maksud mecela dan menjelek-jelekan Abu Bakar r.a dan Umar r.a.[5]
Diantara hadits
yang dibuat oleh golongan Syi’ah adalah
Artinya :
Barang siapa yang
ingin melihat Adam tentang kertinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang
ketakwaannya, ingin melihat Ibahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa
tentang kehebatannya, ingin melihat Isa tentang ibadahnya, hendaklah ia meliat
Ali.
2. Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk
Merusak Ajaran Islam
Golongan ini
adalah terdiri dari golongan Zindiq, Yhudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa
menyimpan dendam terhadap ajaran agama islam. Faktor itu merupakan faktor awal
munculnya hadits maudhu’. Hal ini berdasarkan
peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba memecah- belah umat islam dengan
bertopengkan kecintaan kepada Ahli Bait.
3. Mempertahankan Mazhab dalam Masalah Fiqh
dan Masalah Kalam
Para pengikut
mazhab fiqih dan pengikut ulam kalam, yang bodoh dan dangkal ilmu agamanya,
membuat pula hadits-hadits palsu untuk menguatkan paham pedirian imannya.
Mereka yang
fanatic terhadap mazhab Abu Hanifah yang menganggap tidak sah sholat mengangkat
kedua tangan dikala sholat, membuat hadits maudhu’ sebagai berikut :
Artinya :
Barang siapa
megangkat kedua tanganya didalam shalat, tidak sah sholatnya.
4. Membangkitkan Girah Berbadah untuk
Mendekatkan Diri Kepada Allah
Mereka membuat
hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melalui
amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan
amal, melalui hadits tarhib wa targhib
(anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang
dipandannya baik), dengan cara berlebih-lebihan. [6]
5. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari
Kedudukan atau Hadiah
Ulam-ulam su’ membuat hadits palsu ini untuk
membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuataanya
tersebut, merea mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta.
2.3 Ciri-Ciri Hadits Maudhu
Para ulama Muhadistin, disamping membuat
kaidah-kaidah untuk mengetahui sahih, dhaif, suatu hadits, mereka juga
menentukan cirri-ciri untuk mengetahui ke maudhuan suatu hadist.
Ke Maudhu-an suatu hadits dapat dilihat pada
cirri-ciri yang terdapat pada sanad dan matan.
1. Cirri-ciri yang Terdapat pada Sanad
Terdapat banyak
cirri-ciri ke Maudhu-an hadits yang terdapat pada sanad. Cirri-cirinya tersebut
adalah :
a. Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang
pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits
dari dia.[7]
b. Pengakuan dari si pembuat sendiri,
seperti pengakuan seorang guru tasawuf, ketika ditanya oleh Ibnu Ismail tentang
keutamaan ayat=ayat Al-Quran, yang serentak menjawab, “Tidak Seorangpun yang
meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi, serentak kami melihat manusia sama
membenci Al-Quran, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan
ayat-ayat Al-Quran). Agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Quran.
c. Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin
bertemu, misalnya ada pengakuan dari seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru,
padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah
guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun Ibn Ahmad As-Sarawi mengaku
bahwa ia menerima hadits dari Hisyam Ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu
Hibban betanya, “kapan engkau pergi ke syam ?”. Ma’mun menjawab, “pada tahun
250 H.” Mendengar itu, Ibnu Hibban berkata, “Hisyam Meninggal dunia pada tahun
245 H.[8]
d. Keadaan Rawi dan faktor-faktor yang
mendorongnya membuat hadits maudhu, misalnya seperti yang dilakukan oleh
Ghiyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung ke rumah Al-Mahdi yang sedang bermain
dengan burung merpati, yang berkata,
Tidak sah
perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau
mengadu burung.
Beliau menambahkan kata “au janahin” (atau mengadu
burung), untuk menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu
dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengukmu
adalah tengkuk pendusta atas nama Rosulullah SAW”, lalu ia memerintahkan untuk
menyembelih merpati itu. Tingkah laku Ghiyats semacam itu menjadi qarinah untuk
menetapkan ke maudhua-an suatu hadits.
2. Cirri-ciri yang terdapat apada matan
Terdapat banyak
pula cirri-ciri hadits maudhu yang terdapat dalam matan, diantaranya sebagai
berikut :
a. Keburukan susunan lapadznya
Cirri ini akan
diketahui setelah kita mendalami ilmu Byan. Dengan mendalami ilmu Byan ini, kita
akan merasakan susunan kata, mana yang akan mungkin keluar dari mulut Nabi
SAW., dan makna yang tidak mungkin keluar dari mulut Nabi SAW.
b. Kerusakan maknanya
1. Karena berlawanan dengan akal sehat,
seperti hadist :
Sesungguhnya
bahtera Nuh berthawaf tujuh kali keliling kabah dan bersembahyang di maqam
Ibrahim dua rakaat.
2. Karena berlawanan dengan hukum akhlak
yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti berikut :
Tiada
dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi Allah.
3. Karena bertentangan dengan ilmu
kedokteran, seperti hadits,
Buah
terong itu penawar bagi segala penyakit.
4. Karena menyalahi undang-undang
(ketentuan-ketentuan) yang ditetapakan akal terhadap Allah. Akal menetapkan
bahwa Allah suci dari serupa dengan mahkluknya. Oleh karena itu, kita
menghukumi palsu hadits berikut ini.
Sesungguhnya
Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya. Maka berpeluklah kuda itu,
lalu Tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.
5. Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam
menciptakan alam, seperti hadits menerangkan bahwa ‘Auj ibn ‘Unud mempunyai
panjang tiga ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata,
“Bawalah aku kedalam piring mangkukmu ini. “etika topan terjadi, air sampai ke
tumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukkan tangannya ke dalam laut, lalu
membakar ikan yang diambilnya ke panas matahari yang tidak seberapa jauh dari
ujung tangannya. [9]
6. Karena mengandung dongeng-dongeng yang
tidak masuk akal sama sekali, seperi hadits :
Ayam
putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.
7. Bertentangan dengan keterangan Al-Quran,
hadits Mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Contoh hadits maudhu yang
maknanya bertentangan dengan Al-Quran
adalah hadits :
Anak
zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh turunan.
Makan hadits ini
bertentangan dengan kandungan Q.S. Al-An’am [6] : 164, yaitu :
Dan
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Q.S.
Al-An’am[6]:164)
Ayat tersebut
menjelaskan bahawa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain,
seorang anak sekalipun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
Contoh lainnya,
yaitu :
Umur
dunia itu tujuh ribu tahun, dan sekarang dating pada ribuan yang ke-7.
Hadits tersebut
maudhu’ karena hanya Allah-lah yang mengetahui kapan dunia ini akan berakhir.
Sesuai firman-Nya :
Mereka
menanyakan kepadamu tentang Kiamat, “Bilakah terjadinya?” Katakanlah,
“Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku, tidak
seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangan, selain Dia”. (Q.S.
Al-A’raf [7] :187)
Contoh hadits
maudhu’ yang bertentangan dengan hadits mutawatir, yaitu :
Barang
siapa yang melahirkan seorang anak, kemudian dinamai Muhammad, ia dan anaknya
akan masuk surga.
Hadits tersebut
bertentangan dengan kaidah umum bahwa yang masuk surge dalah mereka yang
melakukan amalan-amalan shaleh, bukan denan nama atau gelar.
8. Menerangkan suatu pahala yang sangat
besar terhadap perbuatan-perbuatan yang
sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap suatu perbuatan yang sangat
kecil.
Contohnya, yaitu
:
Barang
siapa mengucapkan tahlil (la ilaha allallah) maka Allah menciptakan dari
kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap liasan
mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.[10]
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan
Materi diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa hadits maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepaa Nabi Muhammad
SAW, baik perbuatan, perkataan, maupun Taqrir-Nya,
secara rekaan atau dusta semat-mata. Dalam penggunaan masyarakat Islam, hadits maudhu’ disebut juga engan haits palsu.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs.M.Agus Solahudin, M.Ag., Agus Suyadi, Lc. M.Ag.
2011. Ulumul Hadis. Bandung. CV
Pustaka Setia.
[1] Muhammad ‘Ajjaj Al-Khttib.
Ushul Al-Hadits. Terj. H.M. Qodirun dan
Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media
Pratama. Hlm. 352
[2] Utang Ranuwijaya. Ilmu
Hdits. Jakarta: Gaya Media Pratam. 1996. Hlm. 189.
[3] Ibid.
[4] M. Hasbi Ashshiddieqy.
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1987. Hlm. 246.
[5] Ibid.
[6] Ranuwijaya. Op.cit. hlm.
193.
[7] Ash-Shiddieqy. Op.cit. hlm.
237.
[9] Ibid.
[10] Ibid. hlm. 173-174.
No comments:
Post a Comment